Vokal
Vokal yaitu bunyi yang didapat dengan
melakukan pelepasan aliran suara dari organ wicara dengan cara dan posisi
tertentu.
Depan
|
Tengah
|
Belakang
|
|
Tinggi
|
i
|
u
|
|
Menengah
|
e
|
o
|
|
Rendah
|
a
|
Dalam bahasa Mongondow tidak ditemukan
bunyi schwa /ə/ seperti yang lazim ditemukan dalam bahasa Indonesia (misal
dalam kata: emas (/əmas/), elang (/əlang), dsb.). Bukan berarti orang Mongondow
tidak mampu melafalkannya, akan tetapi apabila kita menemukan huruf e dalam kosa kata asli Mongondow, maka
huruf e itu harus dibunyikan dengan
bunyi /e/.
Konsonan
Konsonan yaitu bunyi yang didapat dengan melakukan
penghalangan aliran suara dengan bagian organ wicara dan cara tertentu.
Labial
|
Alveolar
|
Palatal
|
Velar
|
Glottal
|
|
Letup tak-suara
|
p
|
t
|
c*
|
k
|
ˀ
|
Letup bersuara
|
b
|
d
|
j
|
g
|
|
Desis tak-suara
|
f*
|
s
|
h
|
||
Desis bersuara
|
z*
|
||||
Sengau
|
m
|
n
|
ɲ*
|
ŋ
|
|
Kepak
|
l / ḷ **
|
||||
Getar
|
r
|
||||
Luncur
|
w
|
y
|
* bunyi /c/, /ɲ/, /f/, dan /z/ hanya ditemukan dalam
kata hasil adopsi atau nama orang.
** bunyi /ḷ/ diucapkan secara retrofleks, yaitu dengan
melipat lidah ke belakang mulut. Kira-kira seperti membunyikan huruf r dalam kata bahasa Inggris semisal: rampage, are, war.
Semua bunyi yang didaftarkan di atas dilambangkan
dengan huruf yang mewakilinya sesuai tabel, kecuali untuk bunyi /ŋ/ yang
dilambangkan dengan digraf ng, bunyi
/ɲ/ dengan digraf ny, dan bunyi /ˀ/
dilambangkan dengan tanda apostrof ( ‘ ). Adapun huruf-huruf tanpa padanan
bunyi dalam sistem bunyi bahasa Mongondow, yaitu huruf q, v, dan x, dibunyikan
dengan bunyi yang paling dekat kesamaannya. Huruf q dibunyikan /k/, huruf v
dibunyikan /f/, dan huruf x
dibunyikan /ks/.
Seperti yang sudah disebutkan dalam post utama,
rumusan tipikal suku kata bahasa Mongondow ialah: KVN-KVK. Klaster konsonan
(kecuali klaster sengau tertentu) tidak boleh terjadi di awal, tengah, maupun
akhir kata. Pada bahasa Mongondow jaman dahulu, kata-kata adopsi dari bahasa asing
yang mengandung klaster konsonan (kecuali klaster sengau tertentu) diadaptasi
dengan cara menyisipkan bunyi vokal tambahan di antara konsonan yang berderet.
Contohnya:
paksa --> pakisa
pərcaya --> pirisaya
surga --> soroga
pərlu --> paralu
knoop --> konop
brood --> borot
bangsa --> bangusa
isnin --> isinin
dsb.
Diftong
Diftong yaitu bunyi vokal yang diikuti langsung oleh
bunyi luncur, sehingga kedua bunyi tersebut seakan-akan menjadi satu unit bunyi.
Penutur bahasa Mongondow ada yang menuliskannya dengan menggunakan kombinasi
dua huruf vokal (-ai, -au, -oi, -ou, -ui),
dan ada yang menggunakan huruf w dan y untuk melambangkan bagian akhirnya (-ay, -aw, -oy, -ow, -uy).
Saya pribadi cenderung menggunakan cara yang kedua,
untuk membedakan mana bunyi diftong dan mana klaster vokal. Klaster vokal tidak
melebur menjadi satu unit sebagaimana diftong. Contohnya untuk membedakan
klaster -ui dalam kata bui (bu.i
bukan buy) dan diftong -uy dalam kata taluy (ta.luy bukan ta.lu.i)
Diftong dalam bahasa Mongondow ada lima yaitu:
-ay
|
-aw
|
-oy
|
-ow
|
-uy
|
dan hanya terdapat di akhir kata dasar.
Apabila kata dasar berakhiran diftong diimbuhi akhiran
semisal -an dan -on, maka diftong pun buyar. Bunyi luncur pada akhir diftong
menjadi onset (konsonan pendahulu) bagi akhiran yang menempel.
Contoh:
taluy + on --> taluyon (ta.lu.yon bukan ta.luy.on)
patoy + an --> patoyan (pa.to.yan bukan pa.toy.an)
poN + koyow + an --> pongoyowan (po.ŋo.yo.wan
bukan po.ŋo.yow.an)
Klaster Sengau
Kaidah bunyi bahasa Mongondow melarang terjadinya
klaster konsonan (KK), terkecuali 7 macam klaster sengau yang dapat muncul di
tengah kata yaitu:
-mp-
|
Contoh: pamping “pindah”, ompa’ “pendek”, pomponu,
“penyu/kura-kura”
|
|
-mb-
|
Contoh: bembe’ “kambing”, rumbun “runtuh”, simbang
“timbang”
|
|
-nt-
|
Contoh: bantong “anoa”, pintad “pantai”, untun “usir”
|
|
-ns-
|
Contoh: gonsing “gunting”, kokunsi’ “kunci”, bunsit “buncit”
|
|
-nd-
|
Contoh: indoy “pandang”, andup “mampir”, bondu “harum”
|
|
-ŋk-
|
Contoh: kongkam “raba”, ingkag “kering”, lolingkop
“pintu”
|
|
-ŋg-
|
Contoh: nangga “nangka”, pinggo’ “kucing”, yogenggeng
“persengketaan”
|
|
Klaster sengau tersebut tidak digunakan di depan atau
di akhir kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Singog pa kon na'a :)